HomeBERITA LAMPUNGMETROLampung Literature Gandeng DKM Gelar Diskusi Buku Sastra Karya Zen Hae

Lampung Literature Gandeng DKM Gelar Diskusi Buku Sastra Karya Zen Hae

RUBRIK-METRO – Lampung Literature laksanakan Tur Sastra kedua di Kota Metro dengan menggelar Diskusi Buku Sastra “Rahasia Kesaktian Raja Tua” karya Zen Hae. Kegiatan yang bekerja sama dengan Dewan Kesenian Metro (DKM) ini digelar di Gedung Nuwo Budayo Metro pada Sabtu, 11 Oktober 2025.

Acara ini menjadi bagian dari program Penguatan Komunitas Sastra yang digagas oleh Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia, sebagai upaya memperkuat ekosistem sastra di daerah. Diskusi berlangsung dari pukul 14.00 hingga 16.00 WIB, dengan menghadirkan sejumlah narasumber sastrawan di Lampung.

Narasumber kegiatan ini terdiri dari Ketua Dewan Kesenian Metro solihin Utjok, Oyos Suroso H.M. Sastrawan Lampung, Arman AZ Pelaku Sejarah dan budayawan, dan dipandu Alexander GB Ketua TBM Lampung Literatur.

Diskusi Serta ini dihadiri perwakilan dari Kementerian Kebudayaan RI, yakni Metron Masdison dan Ilham Syahputra Diasanto.

Dalam sambutan pembukaannya, Alexander GB menyampaikan harapannya agar kegiatan semacam ini terus menjadi pemantik bagi pertumbuhan sastra di Lampung. Ia menegaskan bahwa diskusi buku bukan hanya ajang tukar pikiran, tetapi juga ruang untuk menghidupkan kembali minat baca dan menulis di kalangan generasi muda.

Sambutan berikutnya datang dari ketua Komite sastra DKM, Amien Budi Utomo, yang menekankan pentingnya pembinaan generasi muda dalam bidang sastra,
“DKM memberikan Ruang yang strategis bagi siapapun dalam melakukan pembinaan dan pelatihan ke segmen pelajar, mahasiswa, salah satunya kegiatan bedah buku sastra ini” ujarnya.

Dari pihak Kementerian Kebudayaan, Metron Masdison menambahkan bahwa karya sastra kini tidak hanya berhenti pada buku, melainkan perlu dikembangkan melalui berbagai medium. “Kita perlu memperluas diseminasi dan alih wahana karya sastra agar bisa menjangkau lebih banyak kalangan,” ucapnya.

Sebelum memasuki sesi diskusi inti, suasana dibuat hangat dengan penampilan musik dari Orkes Bakda Isya, yang membawakan beberapa tembang alihwahana puisi. Lantunan musik mereka menjadi pembuka dari kegiatan bedah buku sastra.

Dalam sesi inti, diskusi berlangsung hangat dan penuh makna. Oyos Suroso H.M. memandang karya “Rahasia Kesaktian Raja Tua” sebagai refleksi tentang pentingnya merawat dan menumbuhkan kembali semangat sastra di tanah air. Arman AZ menambahkan bahwa cerita-cerita lokal sejatinya menyimpan banyak potensi untuk dikembangkan. “Cerita rakyat dan tradisi lisan bisa jadi bahan bakar yang luar biasa untuk menulis karya sastra baru,” ujarnya.

Sementara itu, Solihin Utjok melihat cerpen karya Zen Hae sebagai bentuk revitalisasi kisah lisan masyarakat. Ia menekankan pentingnya metodologi dan pendekatan filosofis dalam menulis. “Menulis sastra bukan sekadar menuangkan rasa, tapi juga melampaui rasa itu sendiri. Dari sana, kita bisa menghadirkan kedalaman makna,” jelasnya.

Sesi tanya jawab pun berlangsung seru. Riska Fadhila* dari UKM Kronika UIN Raden Intan Lampung bertanya apakah cerita rakyat bisa dijadikan referensi dalam menulis cerpen. Pertanyaan lain datang dari Klarisa, siswi SMKN 3 Metro, tentang apakah perasaan dapat menjadi bahan utama dalam mencipta karya. Ada juga Rahmad Ardiansyah yang menanyakan cara agar karya sastra bisa lebih relate dengan generasi Z.

Menjawab hal itu, Oyos Suroso menegaskan bahwa cerita rakyat justru menjadi fondasi penting dalam membangun identitas sastra. Ia juga menyoroti tantangan mendekatkan sastra kepada generasi muda. “Gen Z harus dikenalkan pada budaya dan akar lokalnya. Dari sanalah karya yang autentik akan lahir,” katanya.

Menariknya, dalam sesi lanjutan muncul pertanyaan seputar penggunaan teknologi AI dalam menulis karya sastra. Solihin Utjok menjelaskan bahwa pihaknya kerap memfasilitasi penulisan karya, namun tantangan terbesar masih terletak pada kesiapan SDM. Arman AZ menambahkan bahwa gaya bahasa AI mudah dikenali dan sering kali kehilangan sentuhan personal penulis. “Generasi Z kini mulai tercerabut dari akar budayanya. Di sinilah pendidikan dan sastra harus hadir untuk menambalnya,” tegasnya.

Sementara itu, Oyos mengingatkan agar para penulis muda tidak terjebak dalam kemudahan teknologi semata. “AI boleh membantu, tapi karya sejati lahir dari pengalaman dan kesadaran budaya,” ucapnya dengan tegas.

Menutup acara, para narasumber memberikan pesan mendalam. Oyos Suroso berkata, “Lebih baik mencintai yang dekat daripada yang jauh di sana.” Arman AZ menambahkan, “Perbanyaklah membaca buku, bukan hanya membaca situasi.” Sedangkan Solihin Utjok menutup dengan kalimat yang menggugah, “Kita tidak abadi, tapi karya akan tetap abadi. Maka, menulislah.”

Diskusi buku sore itu bukan sekadar pertemuan intelektual, tetapi juga ruang kebersamaan untuk menghidupkan kembali denyut sastra di Bumi Sai Wawai. Di tengah tantangan teknologi dan budaya populer, kegiatan semacam ini menjadi pengingat bahwa sastra masih punya tempat istimewa — sebagai cermin, napas, sekaligus jembatan antara masa lalu dan masa depan.(red)

Dewan Kesenian Metro
Metro Kembangkan Eko
Rate This Article:
NO COMMENTS

LEAVE A COMMENT