Festival Literasi Kaliptra 2025, Membangun Peradaban dari Desa

RUBRIK,LAMTIM – Festival Literasi Kaliptra 2025 yang mengusung tema “Polinasi Literasi : Membangun Peradaban Dari Desa” resmi ditutup pada Minggu, 12 Oktober 2025 waktu setempat. Berlokasi di Balai Desa Jaya Asri, Kecamatan Metro Kibang, Diskusi Pembahasan seputar literasi (PETIS) menjadi puncak pada kegiatan tersebut.
Pembahasan Seputar Literasi menjadi forum refleksi bersama untuk mendorong visi bersama, dan semangat baru bagi para pegiat literasi. Setelah sebelumnya Teras Baca Kaliptra sukses menggelar, Workshop Menulis Cerita Anak, dan Workshop Mendongeng bagi Guru TK/PAUD Sederajat. Program ini merupakan bagian dari Bantuan Pemerintah (Banpem) 2025 yang digulirkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia.
Festival Literasi Kaliptra berlangsung antusias dengan kehadiran berbagai tokoh literasi dan masyarakat setempat, diantaranya Muhammad Yusuf, S.E. Lurah desa Jaya Asri serta perwakilan Forum TBM Provinsi Lampung yakni Solikul Hadi dan Amin Budi Utomo.
Dalam sambutannya, Imam Susanto, Ketua Teras Baca Kaliptra, menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan aktif menyukseskan kegiatan tersebut. “Terima kasih kepada panitia, guru-guru, masyarakat, dan seluruh komunitas yang terlibat. Semoga kegiatan ini menjadi cambuk semangat bagi penggiat literasi di Lampung Timur, khususnya di Desa Jaya Asri,” ujarnya menutup rangkaian acara dengan penuh harap.
Sementara itu, Amin Budi Utomo dari Forum TBM Provinsi Lampung menilai bahwa kegiatan ini menjadi bukti nyata gerakan literasi akar rumput yang dikelola secara mandiri oleh komunitas. “Semoga PETIS menjadi obor semangat baru di bidang literasi. Kami berterima kasih kepada Teras Baca Kaliptra yang terus menjaga nyala gerakan ini. Harapannya, kegiatan seperti ini dapat berlanjut dan melibatkan kolaborasi dengan kelurahan serta berbagai elemen masyarakat,” tuturnya.
Dukungan juga datang dari pemerintah desa. Muhammad Yusuf, S.E., selaku Lurah Jaya Asri, mengapresiasi inisiatif komunitas literasi tersebut. “Sejak awal kami mendukung penuh kegiatan ini dan memfasilitasi tempat untuk pelaksanaannya. Ini kegiatan positif yang memberi dampak besar bagi lingkungan dan masyarakat.Harapannya, dari desa kecil di ujung Lampung Timur ini lahir orang-orang hebat,” ujarnya sambil secara resmi menutup festival.
Setelah sesi sambutan, acara dilanjutkan dengan materi pertama oleh Solikul Hadi yang membahas Program Literasi Nasional dan Daerah (Gerakan Literasi Nasional). Ia menyoroti pentingnya regulasi, kemitraan, kolaborasi, serta dukungan finansial dalam memperkuat ekosistem literasi di tingkat komunitas.
Sebelum sesi diskusi, hadirin disuguhkan penampilan mendongeng dari Ari Dwi dan pembacaan puisi berjudul “Menjadi Penyair Kembali” karya Acep ZamZam Noor, yang dibacakan oleh Imam Susanto. Suasana menjadi lebih hidup dengan interaksi peserta saat sesi tanya jawab. Salah satu peserta, Fadila, menanyakan tantangan anak-anak dalam memahami bacaan, sementara Berlin bertanya tentang cara menumbuhkan minat baca anak. Menanggapi hal tersebut, Solikul Hadi menekankan pentingnya metode experiential learning atau pembelajaran berbasis pengalaman agar anak lebih mudah memahami materi bacaan.
Materi kedua dibawakan oleh Arif Prasetyo, pengurus Forum TBM Provinsi Lampung, dengan tema “Tata Kelola TBM dan Komunitas Literasi” yang mengupas tentang pelayanan perpustakaan dan manajemen komunitas baca. Sesi penutup menghadirkan narasumber nyentrik, Linang Karisma, dengan materi “Inklusi Literasi di Desa: Literasi untuk Semua, dari Desa untuk Dunia”, yang menggugah peserta untuk menjadikan desa sebagai pusat gerakan literasi inklusif.
Sebagai penutup yang manis, suasana menjadi khidmat ketika Ari kembali tampil membacakan puisi karya WS. Rendra yang berjudul Kupanggil Namamu, yang memukau para peserta dengan interpretasi penuh penghayatan. Pembacaan puisi tersebut menjadi simbol semangat bahwa literasi bukan sekadar kegiatan membaca dan menulis, tetapi juga ruang ekspresi yang menghidupkan jiwa dan budaya bangsa.
Festival Literasi Kaliptra 2025 pun berakhir dengan semangat kolaborasi dan harapan baru. Kegiatan ini menjadi bukti bahwa semangat literasi tak hanya tumbuh di kota besar, tetapi juga berdenyut kuat dari pelosok desa seperti Jaya Asri — tempat di mana kata dan cerita menjadi jembatan menuju perubahan.(*)