Rencana BPPT Kembangkan Tanaman Obat di Lahan 500 Ha Tertunda Gara-gara Ini
RUBRIK, LAMPUNG TENGAH – Rencana Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Balai Besar Teknologi Pati (BPPT-B2PT) di Kampung Negarabumi Ilir, Kecamatan Anaktuha, Lampung Tengah mengembangkan tanaman pangan dan obat-obatan di atas lahan 500 hektare mendapat penolakan warga.
Penolakan itu datang dari sekelompok oknum warga Kampung Negarabumi Ilir dan Bumiaji yang telah menggunakan tanah negara selama 17 tahun lamanya.
Kepala BPPT-B2PT 2 Aton Yulianto mengatakan, pihaknya yang akan mengembangkan tanaman pangan dan obat-obatan di atas lahan 500 ha mendapatkan penolakan sekelompok oknum warga.
“Dalam proses ini, kita melakukan pemagaran di atas lahan seluas 500 ha dari 2.000 ha lahan yang akan digunakan. Tapi, ada sekelompok oknum warga dari Kampung Negarabumi Ilir dan Bumiaji keberatan,” katanya setelah mediasi di Mapolres Lamteng dengan beberapa perwakilan warga, kepala kampung, dan camat, Selasa (26/9/2017).
Alasan penolakan sekelompok oknum warga, kata Aton, karena menggantungkan hidup dengan menggarap lahan yang ada.
“Ada sekelompok oknum warga yang sejak tahun 2000 menggarap lahan. Beberapa oknum warga ini menggantungkan hidup dengan menggarap lahan itu. Istilahnya sudah merasa nyaman. Menggarapnya pun gratis, meskipun ada oknum yang memanfaatkan menyewakannya kepada warga,” ujarnya.
Terkait tanaman yang akan dikembangkan, Aton mengatakan tanaman pangan sorgum, jagung, dan singkong. “Juga jenis tanaman obat yang akan kita kembangkan. Yakni binahong, lampeni, klabet, sambung nyawa, dan murbei. Tanaman-tanaman yang akan kita kembangkan ini jika berhasil, warga pun bisa ikut menikmatinya. Bisa tercipta lapangan kerja baru untuk warga,” ungkapnya.
Kabag Ops Polres Lamteng Kompol Azizal Fikrie mewakili Kapolres AKBP Purwanto Puji Sutan menyatakan, mediasi ini dilakukan terkait keberatan sekelompok oknum warga Kampung Negarabumi Ilir dan Bumiaji atas rencana BPPT-B2PT mengembangkan tanaman pangan maupun obat-obatan.
“Penolakan ini ditandai dengan dirobohkannya 30 meter pagar yang telah dibangun. Laporannya sudah masuk dan sudah diteruskan ke Polda Lampung,” katanya setelah mediasi yang didampingi Kasatintel Polres Lamteng AKP Heru Kristanto.
Secara aspek yuridis, kata Fikrie, sekelompok oknum warga itu tidak punya hak atas tanah milik negara tersebut.
“Itu sah tanah milik negara. Dari aspek yuridis juga bisa dibuktikan surat-suratnya atas kepemilikan tanah. Warga tidak punya hak. Namun, karena sekelompok oknum warga menggantungkan hidup dari menggarap tanah itu sehingga berusaha mempertahankannya,” ujarnya.
Tidak hanya sekelompok oknum warga dua kampung yang menggarap lahan BPPT-B2PT. Menurut Fikrie, ada sekelompok oknum warga 11 kampung yang ikut menggarap lahan BPPT-B2PT itu
“Ada sekelompok oknum warga 11 kampung yang ikut menggarap lahan BPPT-B2PT,” katanya.
Menurut keterangan BPPT-B2PT, kata Fikrie, hal ini sebelumnya pernah disosialisasikan namun mendapat penolakan warga. “Sekarang juga tetap sama dapat penolakan. Dikarenakan mediasi ini belum ada titik temu, mediasi lanjutan akan dilakukan pada 2 Oktober 2017 yang difasilitasi Pemkab Lamteng. Warga yang hadir tadi ingin perwakilan 11 kampung lainnya juga ikut diundang. Kita berharap dalam mediasi nanti ada kesimpulan,” ungkapnya.
Sedangkan Camat Anaktuha Fathul Arifin saat dimintai tanggapan atas persoalan ini terkesan irit bicara.
“Mediasi belum selesai. Ada mediasi lanjutan bersama Pemkab Lamteng, 2 Oktober 2017. Hal ini terkait penolakan warga atas pemagaran lahan yang dilakukan BPPT-B2PT,” katanya.
Warga yang hadir dalam mediasi juga enggan berkomentar. “Nanti saja. Belum selesai. Masih ada mediasi lagi,” ucap salah satu warga seraya pergi menjauh.(ddy)